Akhir-akhir ini, Anda mungkin makin sering mendengar kata resilien. Apa itu resiliensi, manfaatnya bagi pemilik usaha, dan cara memulainya?
iStock
Menurut Jurnal Provitae, resiliensi dijelaskan sebagai kesuksesan yang diperoleh dari kondisi sulit. Resiliensi adalah suatu kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi dengan sesuatu yang terlihat salah atau tak sesuai. Resiliensi sangat penting dalam membantu individu untuk mengatasi segala kesulitan yang muncul setiap hari.
Grotberg (1999) menjelaskan bahwa resiliensi merupakan kunci sukses dalam pekerjaan dan mendapatkan kepuasan hidup. Individu yang memiliki resiliensi tinggi akan mampu mengatasi kesulitan dan trauma yang dihadapi. Individu ini akan melihat kegagalan sebagai suatu kesempatan untuk menjadi lebih maju dan mampu menarik pelajaran dari kegagalannya itu.
Entrepreneur resilience atau kewirausahaan resilien didefinisikan sebagai proses adaptasi bisnis yang memungkinkan pemilik bisnis untuk terus melihat ke depan mengenai situasi pasar yang keras dan destabilisasi yang mereka hadapi di pasar (Bernard, 2016).
Melalui entrepreneur resilience, wirausahawan memiliki kemampuan untuk mengelola kebutuhan pribadi dan pasar yang sifatnya sulit. Selain itu, wirausahawan juga mampu mengatasi problem yang terkait dengan kestabilan sambil terus berorientasi ke masa depan.
Terdapat 4 indikator dalam entrepreneur resilience. Pertama, wirausaha bersikap aktif dalam mencari cara untuk mengganti kerugian yang dialami. Kedua, wirausaha memiliki mindset positif untuk bertumbuh dalam situasi sulit. Ketiga, wirausaha senantiasa berpikir kreatif untuk mengubah situasi sulit yang sedang dihadapi. Keempat, wirausaha memiliki rasa percaya dalam mengendalikan diri terhadap situasi.
Freepik.com
Organisasi atau perusahaan yang resilien dipimpin oleh leader yang mendukung visi organisasi. Leader memahami betul tujuan, nilai, outcome yang diinginkan dalam sebuah perusahaan. Pada saat yang salam, leader juga mampu mengaplikasikan pemahaman ini dalam setiap aktivitas bisnis yang dilakukan. Saat misi yang diungkapkan jelas dan kuat, anggota organisasi mampu melihat signifikansi pekerjaan mereka yang akhirnya meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi job turnover, dan membuat organisasi lebih siap menghadapi kesulitan yang menghadang.
Misi dijelaskan dalam bentuk “gambar” sehingga karyawan mampu membayangkan hasil akhir yang akan dicapai, termasuk proses yang harus dilewati untuk mencapai tujuan tersebut. Leader perlu menyatukan tim dengan prinsip moral yang kuat, mengintegrasikannya dalam perencanaan dan operasional bisnis.
Untuk memetakan arah perubahan, misi perusahaan memerlukan peta atau rencana pengembangan bisnis. Peta ini akan menguraikan kursus, merinci landmark atau tonggak proyek, dan memberikan kerangka acuan ketika organisasi mulai melenceng dari jalur. Peta dan rencana pengembangan berfungsi sebagai dasar bagi tim proyek, karena memberikan pedoman untuk tindakan dan detail tugas dan tujuan yang dapat dicapai.
Pemimpin yang sukses dan tangguh akan belajar mengidentifikasi risiko dan membuat bagan sehingga mampu mengatasi tantangan dengan rasa percaya diri dan resiliensi tinggi.
George Pagan III/Unsplash
Integritas adalah sesuatu yang tak dapat dibeli atau dijual. Seperangkat nilai etika, termasuk integritas adalah salah satu komponen utama resilience leader yang mampu diandalkan saat ia goyah dan dihadapkan pada pilihan sulit, antara benar dan salah. Hal-hal inilah yang mampu membuatnya tetap berada di permukaan saat tubuhnya mulai tenggelam.
Leader yang resilien harusnya mampu menggunakan fakta dan nilai objektif untuk memandu tindakan mereka. Para pemimpin yang resilien perlu memiliki keberanian untuk mengikuti prinsip mereka dalam menghasilkan perubahan positif. Beberapa nilai etika yang sebaiknya dimiliki leader yang resilien termasuk kebijaksanaan, keberanian, kemanusiaan, keadilan, kesederhanaan, dan transendensi.
Jess Bailey Design/Pexel
Sikap optimis perlu dimiliki seorang leader. Pada umumnya, mereka bahwa masa depan akan cerah, setiap kemunduran yang dialami masih bisa diatasi, dan ada cahaya terang di balik terowongan. Namun, penting bagi resilience leader untuk mengimbangi optimisme dengan sifat realistis. Salah satunya, menyadari bahwa bahwa meremehkan risiko dan berekspektasi terlalu tinggi terhadap kemampuan perusahaan bisa bermuara pada kegagalan.
Pemimpin yang resilien melakukan penilaian risiko dan memperhatikan area potensi ancaman dan kerentanan. Namun, tak seperti orang yang pesimis, mereka dengan mudah melepaskan diri dari informasi negatif sehingga tetap mampu memperluas cakupan perhatian, kreativitas yang lebih besar, dan peningkatan pengambilan keputusan.
Para pemimpin yang optimis nan realistis tak akan membunyikan alarm sebelum waktunya; juga tidak terlibat dalam bias konfirmasi atau langsung mengabaikan informasi yang tidak sesuai dengan rencana bisnis yang diharapkan.
Pixabay
Pemimpin yang resilien memahami pentingnya menciptakan jaringan sosial yang kuat. Beberapa benefit memiliki jaringan sosial yang kuat dan suportif adalah meningkatkan kepercayaan diri, mengurangi perilaku berisiko, dan mendorong penggunaan strategi coping atau survival yang efektif.
Adanya dukungan sosial juga mempengaruhi respon stres. Pemimpin modern memerlukan satu atau lebih tim leadership yang anggotanya memiliki keahlian luas dan kemampuan pemecahan masalah untuk membantu dalam menetapkan prioritas yang sesuai dan untuk memandu tindakan spesifik organisasi.
Pertukaran simbiosis ini membantu memastikan kelangsungan hidup organisasi secara keseluruhan. Memberdayakan tim juga berfungsi untuk meningkatkan kapabilitas kepemimpinan dalam organisasi dan mempersiapkan orang lain untuk mengambil peran utama ketika tantangan tak terduga muncul.
Model kepemimpinan distributif meningkatkan kecerdasan kepemimpinan yang memungkinkan organisasi lebih cepat menyesuaikan diri dengan perubahan dan lebih cepat bangkit kembali dari ancaman atau krisis. Kohesi tim dianggap sebagai salah satu komponen terpenting dari grup yang sangat berfungsi dan menghasilkan rasa persatuan dan "kami".
Jopwell/Pexel
Pemimpin yang sukses tahu bahwa untuk membimbing dan memotivasi tim yang efektif, mereka perlu menilai dan memahami kekuatan dan kelemahan setiap anggota tim.
Temuan dari laporan Gallup (2013) tentang “State of the American Workplace” 41 menunjukkan bahwa membangun kekuatan individu lebih efektif dalam meningkatkan kinerja daripada mencoba memperbaiki kelemahan.
Cara yang dapat dilakukan leader untuk mendukung penciptaan tim yang lebih resilien di antaranya: mengidentifikasi kekuatan lewat pertemuan terpisah antar individu dalam tim; menghubungkan kekuatan individu dengan pencapaian dan tujuan tim; melakukan evaluasi tim secara teratur; membuat penugasan kerja berdasarkan kekuatan karyawan dan tujuan proyek; berkolaborasi dengan mentor di luar tim; membuat tinjauan kinerja, mendorong pengembangan pendidikan berupa kursus atau seminar; serta mendorong kolaborasi.
Resilience leader juga sebaiknya memiliki kemampuan mendengarkan yang baik. Di sisi lain, mampu mengajukan pertanyaan untuk mendorong diskusi, perbedaan pendapat, dan pemikiran inovatif di antara anggota tim.
Sumber
https://books.google.co.id/books?id=OVODLXSI4RoC&pg=PA35&dq=resiliensi&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwja_8bZ_YXtAhWXbSsKHaacBfkQ6AEwAHoECAIQAg#v=onepage&q=resiliensi&f=false
http://www.jim.unsyiah.ac.id/EKM/article/view/12287
https://www.researchgate.net/publication/318034847_Leadership_and_Resilience/link/5cba3968299bf1209771b016/download