Perubahan pola konsumsi dan akses informasi konsumen akibat pandemi sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan suatu bisnis. Transformasi digital dapat menjadi pendekatan yang solutif untuk mempertahankan usaha Anda. Namun, seringkali proses tersebut hanya dijadikan jargon dan bagian dari campaign. Artikel ini akan menggabungkan prediksi tren transformasi digital tahun 2012 dari Ishir, sebuah perusahaan layanan IT outsourced, beserta contoh kasusnya di Indonesia.
Yogendra Singh/Unsplash
Bagaimana pandemi mempengaruhi kehidupan kita? Perhatikan saja kultur dan habit manusia yang makin tergantung oleh teknologi. Tingkat belanja online semakin tinggi, orang-orang memilih belanja makanan siap saji maupun bahan mentah lewat berbagai aplikasi.
Pola kerja pun turut terdampak. Remote working menjadi suatu tren alami yang tercipta seiring kebijakan work from home. Saat isolasi mandiri, orang-orang juga beralih pada layanan streaming maupun game online untuk mengatasi kebosanan mereka. Konser musik dan festival yang menjadi ajang berkumpul kini dimonetisasi via media.
Satu hal menarik yang bisa digarisbawahi? Semua orang beralih ke online. Konsumen atau target market Anda kemungkinan besar adalah salah satunya. Bila Anda ingin bisnis Anda bertahan, atau justru semakin berkembang di saat krisis, kembalilah pada konsumen. Pahami kebiasaan mereka, dan adopsilah layanan digital yang relevan dan mampu memudahkan kehidupan mereka.
Jannoon028/Freepik
Kunci transformasi digital tak hanya terletak pada adaptasi teknologi. Transformasi digital harus dimulai dari budaya organisasi dan model operasi digital. Penggunaan teknologi perlu dibarengi dengan kemampuan dan literasi. Pemimpin usaha seperti Anda selayaknya beradaptasi dengan seluruh perubahan ini atau Anda berisiko kehilangan kepercayaan stakeholder dan partner Anda dalam jangka panjang.
Seberapa penting transformasi digital di Indonesia? Biarkan data yang berbicara.
Menurut data Kominfo, sejak dilakukan PSBB, penggunaan aplikasi online (belajar, bekerja, konsultasi kesehatan) naik 443% dan ritel daring naik 400%. Sekitar 45 persen pelaku UMKM kini menggunakan platform niaga elektronik (e-commerce).
Pola-pola ini juga bukan tanpa sebab. Pasalnya, data Asia Pacific SMB Digital Maturity Study tahun 2020 mengungkapkan bahwa digitalisasi usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia bisa meningkatkan PDB Indonesia sebesar 160 sampai 164 miliar Dolar AS pada tahun 2024, serta berkontribusi pada pemulihan ekonomi pasca Covid-19.
Pressfoto/Freepik
Bicara soal data, volume data yang semakin meningkat juga berpotensi menjadi salah satu masalah dalam implementasi transformasi digital. Semakin beragam bentuk data, maka banyak hal yang harus dipikirkan ulang mengenai aspek penyimpanan dan perlindungan.
Data Deloitte seperti dilansir Kompas, menunjukkan bahwa 31 persen pengusaha yang disurvei menemukan masalah keamanan dan privasi dalam transformasi digital.
Data governance berperan penting dalam hal ini. Salah satu usulan yang diharapkan dapat menyelesaikan isu ini adalah regulasi yang valid dan jelas. Selain itu, perusahaan juga perlu memilih cloud computing dan data center yang terpercaya.
XB100/Freepik
AI atau kecerdasan buatan tak bisa dipisahkan dari transformasi digital. AI menjadi tulang punggung proses ini karena sifatnya yang cepat dan efektif dalam memberikan insight dari jutaan data yang terkumpul. AI akan merubah cara bisnis dalam memperoleh pendapatan melalui pengambil alihan tugas-tugas seperti sales, marketing, finance, dan HR.
Perusahaan di Indonesia mulai banyak menggunakan AI. Sebut saja BCA (Vira), BRI (Sabrina), Bank Mandiri (Mita), dan BNI (Cinta). Perbankan menggunakan AI sebagai asisten virtual yang melayani aduan dan memberikan informasi atau promosi. Tak hanya bank, penggunaan AI pun dilirik oleh bisnis ritel seperti Alfamart.
Implementasi AI sebetulnya bisa dimulai dari hal sesimpel pemakaian chatbot untuk menggantikan peran customer service. Selain itu, pemakaian AI sebagai wujud transformasi digital juga banyak diperlihatkan dalam bentuk rekomendasi pada e-commerce. Rekomendasi ini berasal dari data profiling dari histori pengguna sehingga penjualan lebih tepat sasaran dan memiliki tingkat konversi yang lebih tinggi.
Rawpixel.com/Freepik
Merger dan akuisisi menjadi tren di tengah kesulitan pembiayaan untuk bertahan. Merger dan akuisisi banyak dilakukan oleh firma analitik, penyedia solusi digital, firma engineering, dan agensi digital. Proses ini dinilai membawa banyak potensi menguntungkan dalam hal kemampuan dan sinergi produk digital.
Indonesia pun tak luput dari tren transformasi digital satu ini. Isu paling santer terdengar dari rumor merger Grab dan Gojek, dua super app Asia Tenggara populer. Tak hanya itu, merger dan akuisisi pun menjadi salah satu taktik bisnis populer di kalangan perusahaan asuransi.
Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha mencatat 132 notifikasi Merger dan Akuisisi dari awal tahun hingga Agustus 2020 lalu. Tren penurunan harga/nilai aset yang terjadi di masa pandemi bisa jadi berkorelasi dengan geliat aksi merger dan akusisi tahun ini.
Creativeart/Freepik
Kerjasama bukan hal asing, namun hal ini tampaknya kian dipercepat oleh pandemi dan usaha transformasi digital. Rata-rata kerjasama ini dijalin untuk menyediakan layanan pembelanjaan, pengiriman, dan personal experience yang lebih baik bagi user dan konsumen.
Baru-baru ini cukup banyak kerjasama yang dilakukan antar perusahaan di Indonesia. Sebut saja kerjasama Askrindo (holding perasuransian dan penjaminan) dengan platform fintech Jembatan Emas untuk menyediakan produk asuransi kredit fintech peer-to-peer lending.
BCA juga menjalin kerjasama dengan PDAM Kota Bandung untuk mempermudah pembayaran tagihan air melalui ATM dan e-channel BCA.
Transformasi digital paling mendasar dapat dilihat dari merebaknya teknologi awan sebagai sumber database perusahaan. Penggunaan teknologi ini meningkatkan efisiensi, skala, dan elastisitas dalam aksesibilitas data.
CEO Biznet Gio menyebutkan bahwa terjadi peningkatan 20% permintaan penggunaan cloud dari klien bisnis mereka sejak masa pandemi.
Waewkidja/Freepik
Seiring dengan transformasi digital yang memacu banyak perubahan dalam suatu bisnis, dibutuhkan suatu kriteria pengukuran untuk memantau sejauh mana keberhasilannya. Hal inilah yang disebut dengan metrik, yakni kuantifikasi proses digitalisasi.
Acuan yang perlu diperhatikan perusahaan adalah: kecepatan, intelligence (efektivitas pengambilan keputusan dalam analisis dan otomatisasi), dan experience (proses brainstorming dalam mengambil outcome ekonomi dan tindakan yang tepat).
Seperti yang disebutkan di atas, transformasi digital mencakup proses menyeluruh dari suatu perusahaan. Harus ada tujuan jangka panjang dari solusi digital yang diambil. Setiap perilaku digital harus mampu mengambil data untuk kebutuhan business intelligence yang mampu diakses setiap orang.
Untuk itulah mindset mengenai konsep transformasi digital harus diubah dari akarnya. Proses ini tak sekedar menggantikan semua model bisnis menjadi digital, namun melihat peluang yang bisa diambil suatu bisnis melalui teknologi yang ada.
Misalnya dalam hal bisnis komersial. Usaha ritel tak hanya menggantinya dengan model bisnis e-commerce. Salah satu strategi yang bisa dipakai adalah menggunakan model online-to-offline. Sebuah brand memiliki toko fisik untuk meningkatkan “kehadiran” dan “pengalaman belanja” konsumen sembari menyediakan akses belanja online untuk mendukung kenyamanan mereka.
Guru besar ITB sekaligus Ketua Umum Asosiasi Prakarsa Indonesia Cerdas (APIC), Suhono Harso Supangkat menekankan transformasi digital pada bisnis dan budaya. Perlu adanya dukungan leadership dan perubahan kultur menyeluruh. Artinya, tidak sekedar menyiapkan konektivitas dan aplikasi, melainkan keberadaan roadmap agar proses berjalan sistematis dan mampu menekan potensi kegagalan.
Sudah siap melakukan transformasi digital? Kalau kata Charles Darwin, yang mampu bertahan adalah mereka yang beradaptasi.
Meta Keyword