Setiap orang ingin pekerjaannya tuntas dengan sempurna. Sayangnya, seringkali para leader jadi berlebihan dan melakukan micromanaging. Padahal, kebiasaan ini justru berpotensi menurunkan produktivitas karyawan.
Moose Photos/Pexels
Menurut buku Got Progress, micromanaging berarti “perhatian terhadap detail terkecil dalam sebuah manajemen: kontrol terhadap seseorang atau situasi yang disalurkan melalui perhatian ekstrim hingga detail terkecil.”
Apakah micromanaging menimbulkan hasil yang baik? Ya. Bila Anda adalah leader menerapkan micromanage alias memperhatikan detail terkecil, orang-orang di bawah Anda cenderung mengikuti arahan yang Anda berikan. Anda mungkin meminta laporan atas pekerjaan mereka dan mengecek progress setiap beberapa jam sekali. Hasil jangka pendeknya akan terlihat baik, namun micromanaging tidak akan efektif untuk menyiapkan hal-hal di masa depan.
Dengan melakukan micromanagement, Anda tidak memberikan “insentif” bagi tim Anda untuk mempelajari detail terkecil secara mandiri. Bila terbiasa menerima pola micromanage, karyawan akan menggantungkan diri pada Anda. Sebagai gantinya, Anda perlu mengulang arahan yang sama di kemudian hari.
Rasa takut adalah alasan utama perilaku micromanaging muncul ke permukaan. Leaders yang takut gagal akhirnya mengutamakan egonya agar terhindar dari rasa malu. Yup, terlihat bahwa alasan ini sebetulnya adalah hal yang sangat personal.
Namun, perlu menjadi catatan bahwa rata-rata manager atau leaders menganggap suatu project sebagai “perpanjangan harga diri” mereka, meski untuk menyelesaikannya dibutuhkan usaha dari seluruh anggota tim.
Jeshoots.com/Unsplash
Buku Ethics, Reason, & Excellence: A Simple Formula for Leadership menyatakan dengan jelas bahwa pada umumnya, karyawan membenci perlakuan micromanagement.
Micromanagement muncul karena beberapa kekhawatiran leaders. Akarnya terletak pada kebutuhan “pengontrolan” yang berlebihan akibat rasa kurang percaya terhadap karyawannya. Kebanyakan leaders yang terjebak micromanagement mempercayai bahwa standar mereka lebih tinggi dari kemampuan karyawan dalam mengerjakan suatu tugas atau produk.
Saat karyawan mengalami micromanage dari atasan, mereka merasa tak didengarkan. Leaders yang melakukan micromanage tanpa sadar sering melanggar batasan karyawan yang berkaitan dengan harga diri dan identitas mereka. Akibatnya, mereka menjadi defensif dan justru tak bertekad untuk bekerja sama dengan arahan Anda. Melalui micromanage, leaders menciptakan fight-or-flight response. Karyawan akan merasa “terancam” sehingga performanya justru menjadi kontra-produktif.
Good leaders do not micromanage.
Kebiasaan micromanage justru menunjukkan salah satu tanda kegagalan sebagai leader. Bila Anda merasa karyawan tak memenuhi standar yang Anda miliki, artinya leadership skill Anda tak memberikan dampak berarti bagi mereka.
Salah satu bagian penting dari menjadi seorang leader adalah menciptakan impact yang membuat karyawan bersedia mengadopsi prinsip dan pemikiran Anda.
Kadang, micromanagement dilakukan tanpa sadar oleh leader yang merasa tak nyaman saat mendelegasikan suatu tugas. Cara untuk menghindarinya? Pastikan untuk menyerahkan tugas tersebut pada karyawan yang memiliki kapasitas untuk melakukannya.
Bagaimana jika rasanya tak ada yang siap? Latih hingga para karyawan siap dan limpahkan wewenang tersebut pada mereka. Menyerahkan tugas pada karyawan yang belum siap termasuk pola manajerial yang membuang waktu dan usaha. Nantinya, ketika karyawan yang dilatih telah benar-benar siap, beri mereka tanggung jawab dan kontrol tanpa melakukan micromanage.
Sederhananya, bila Anda mempercayai karyawan Anda, biarkan mereka mengerjakan tugasnya. Bila rasa percaya Anda terhadap seorang karyawan belum tumbuh, bisa jadi masa training si karyawan belum cukup memadai.
Setiap orang memiliki keinginan untuk sukses. Tugas Anda sebagai leaders adalah mensupport ego mereka dengan menyediakan peluang untuk sukses. Micromanage justru menghalangi hal tersebut. Kesuksesan tak akan mereka rasakan jika Anda yang mengatur kesuksesan itu untuk mereka.
Biarkan mereka memaksimalkan kinerja otak mereka. Pada dasarnya, ego kita selalu menciptakan pemikiran bahwa “kesuksesan baru terasa saat kita berhasil menyumbangkan ide kita.” Ingatkan mereka tentang kapabilitas dan kontribusi yang dapat mereka berikan. Buka akses kebebasan, kontrol, dan kesempatan berpartisipasi setelah memastikan bahwa kalian memiliki visi dan tujuan yang sama.
Sumber
https://books.google.co.id/books?id=0q9IDwAAQBAJ&pg=PA45&dq=micromanage&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjkr-KK4KnuAhUfqksFHa9vARYQ6AEwAXoECAQQAg#v=onepage&q=micromanage&f=false
https://books.google.co.id/books?id=1jVKAgAAQBAJ&pg=PA19&dq=micromanage&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjkr-KK4KnuAhUfqksFHa9vARYQ6AEwBXoECAcQAg#v=onepage&q=micromanage&f=false