Di tengah pandemi, bisnis kuliner yang menjanjikan akhirnya banyak dilirik orang sebagai ide bisnis favorit. Meski begitu, seluruh kebiasaan kita berubah di era new normal. Sehingga, kita sebagai pelaku usaha juga sebaiknya segera berbenah dan melakukan adaptasi. Inilah sekelumit insight dari TECHMinar Kreen Indonesia bertajuk Overcome the Challenges in Culinary Business.
Alton Annar, Ched & Co-Owner Coquito menjelaskan beberapa prinsip memulai bisnis kuliner dari segi internal. Menurutnya, tiga hal tersebut adalah execution, obstacles, dan persistency. Artinya, bisnis kita tak boleh berhenti di ide semata dan harus diperhatikan eksekusinya secara mendetail. Kita pun perlu memikirkan rintangan yang menghadang di depan dan menumbuhkan persistency agar kita tak mudah menyerah dalam menghadapinya.
Selain itu, Alton juga menekankan pentingnya memahami faktor-faktor eksternal yang berpengaruh ke bisnis kuliner kita. Contohnya saja tren, kompetitor, global positioning, product knowledge, dan consumer behaviour. Sebelum memutuskan menggeluti bisnis kuliner, Alton pun telah melakukan riset tentang makanan Meksiko yang ia jalani.
Menurutnya, salah satu alasan suksesnya Coquito adalah karena strategi mereka memasuki pasar street food ala Meksiko dengan penyesuaian terhadap lidah Indonesia. Saat ini di Jakarta, makanan Meksiko yang tersedia rata-rata dikategorikan sebagai high-end, sehingga Coquito menjadi pilihan yang lebih ramah di kantong.
Lain lagi dengan Alethea Alice (Owner Sate Babi Bawah Pohon) yang menganggap pandemi menjadi momen wake up bagi bisnisnya untuk melakukan refleksi diri. Sempat terpuruk sebelum pandemi, krisis akibat COVID-19 justru menyadarkan Alice untuk mengubah praktik-praktik bisnisnya menjadi lebih efisien.
Beberapa hal yang dilakukan Alice untuk beradaptasi di tengah pandemi adalah mengurangi pilihan menu. Menurutnya, hal ini memiliki keuntungan untuk mengurangi food waste yang menjadi problem utama bisnis makanan. Tiga menu yang dihadirkan Sate Babi Bawah Pohon memiliki beberapa unsur yang sama, sehingga bisa dipakai bergantian dan tak semuanya terbuang.
Alice juga menekankan pentingnya branding, marketing, dan packaging dalam memulai bisnis kuliner. Sebab, saat ini orang cenderung makan dengan “mata” terlebih dahulu. Maksudnya, visual yang menarik lah yang akan meningkatkan minat mereka mencicipi atau membeli makanan. Untuk itu, Alice tak main-main dalam mengatur Instagram bisnis miliknya. Ia bekerja sama dengan fotografer dan graphic designer dan memberikan arahan pada mereka secara detail untuk setiap konten.
Rizky Nugroho, Owner OMIMA Indonesia merekomendasikan mode online sebagai cara memulai bisnis kuliner. Ia mencontohkan beberapa startup yang mampu membantu pengusaha kuliner mendorong penjualan di pandemi, seperti Gojek, Grab, dan Kulina. Beberapa tips untuk berpartner dengan startup tersebut adalah membuat nama brand yang spesifik, mencantumkan foto dan deskripsi yang jelas, mengutamakan pelayanan yang cepat, membuat banner outlet yang menarik, dan mengikuti promo rekomendasi.
Diskusi makin menarik saat pembahasan salah satu tren kuliner 2021 muncul ke permukaan, yakni Ghost kitchen atau cloud kitchen alias berjualan tanpa memiliki tempat fisik, yang seringkali disertai dengan penawaran penyewaan dapur.
Ghost kitchen atau cloud kitchen dinilai sebagai pilihan yang memiliki plus minus tersendiri bagi ketiga panelis. Sebab, tak semua layanan cloud kitchen dapat membantu pengusaha kuliner untuk bangkit. Dalam pandangan Alice, kita betul-betul perlu mempertimbangkan biaya sewa cloud kitchen yang tak sedikit, ditambah gaji karyawan dan operasional lainnya. Belum lagi sistem bagi hasil yang umumnya diterapkan dalam partnership semacam itu.
Rizky menambahkan, sebaiknya kita memanfaatkan dapur sendiri terlebih dahulu. Sedangkan, menurut Alton, saat ini kalaupun pengusaha baru ingin menyediakan tempat dine in, modelnya lebih compact dan fast-moving dengan 2-3 kursi saja.
Agar biaya lebih efisien saat pandemi, Alton menekankan pentingnya punya langganan supplier yang trusted dan mampu berkolaborasi. Berdasarkan pengalaman pribadinya, supplier alpukat yang ia pakai akan mengatakan dengan jujur jika kualitas bahan dasarnya sedang buruk. Sehingga, hal ini dapat mencegah Coquito menghadirkan cita rasa yang kurang berkualitas bagi pelanggan. Ia juga menekankan pentingnya punya standar resep makanan dan food cost (COGS) untuk mengetahui perhitungan secara pasti.
Alice mengamini pentingnya COGS. Menurutnya, hal ini penting untuk meminimalisir food waste dan cost bulanan. Dengan memiliki COGS, restoran pun memiliki porsi sekaligus rasa yang lebih konsisten.
Ketiga panelis menyetujui pentingnya menjadi seseorang yang berani di masa pandemi. Kita perlu mendengarkan customer agar bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Sebagai pengusaha, kita juga dituntut menjalani bisnis secara konsisten. Alih-alih menyerah di tengah jalan, lakukan refleksi bisnis karena selalu ada peluang di setiap krisis.