Interpersonal skill pada dasarnya adalah bagaimana cara kita membangun komunikasi dengan orang lain. Kemampuan ini sangat penting dalam kehidupan karena pada dasarnya kita tidak bisa hidup tanpa keberadaan manusia lain. Begitu juga dengan kehidupan kantor. Hanya mereka dengan komunikasi interpersonal dan empati yang baik yang akan mampu bertahan dan mengembangkan diri. Inilah sedikit kesimpulan dari TECHMinar The Importance of Interpersonal Skills for The Company.
Dalam praktiknya, komunikasi interpersonal tak mudah teori yang dikemukakan para ahli. Salah satu problem yang disorot oleh Esty Nadya (Calon Analis Informasi Kominfo RI & Icon PR Indonesia 2020) adalah seringnya kita berkomunikasi sekedar untuk menjawab, bukan memahami. Ini justru bakal menimbulkan masalah baru.
Permasalahan lain dalam komunikasi interpersonal juga timbul karena adanya perbedaan pendidikan, usia, status sosial, interest & necessity, serta perbedaan tekanan kerja. Komunikasi bisnis di kantor pun ada banyak ragamnya, mulai dari komunikasi antar rekan kerja, komunikasi dari atasan ke bawahan dan sebaliknya, hingga komunikasi ke pihak di luar kantor.
Esty menekankan pentingnya Platinum’s Rule, The +-+ rules, serta peningkatan common sense dan attitude. Platinum’s Rule mengacu pada strategi memperlakukan orang lain sebagaimana mereka ingin diperlakukan. Jadi, tak lagi mengacu pada gaya komunikasi kita, melainkan pendekatan komunikasi yang disesuaikan karakteristik dan preferensi orang yang kita ajak bicara.
The (+-+) rules ini berkaitan dengan isu atau penyampaian masalah yang kurang enak dibicarakan. Kita sebaiknya mendahulukan hal-hal baik tentang orang yang kita ajak bicara, baru menyampaikan kritik, dan ditutup dengan saran atau rekomendasi yang positif. Common sense dan attitude adalah unsur penting di kantor karena hal ini akan membantu kita bertahan dan beradaptasi.
Devina Indah Christianti (Content Lead di Qlip.id) yang pernah terjun di dunia HRD menceritakan pengalamannya saat bekerja di startup. Menurutnya, kemampuan interpersonal sangat penting karena potensi kolaborasi semakin tak terbatas.
Saat ini perubahan yang terjadi secara cepat, kemajuan teknologi, dan akses ke berbagai negara menjadi tantangan sekaligus peluang. Mereka yang bisa membuka diri, menerapkan toleransi, dan memiliki soft skill akan punya potensi bertahan paling tinggi. Selain itu, komunikasi interpersonal yang kita sampaikan pun juga perlu didukung secara konsisten dengan evidence berupa experience, habit, observable behavior, knowledge, dan network.
Nur Hanifah, seorang Professional Coach, menekankan skill aktif mendengarkan sebagai salah satu bagian penting yang tak bisa dipisahkan dalam strategi membangun interpersonal skill. Prinsipnya adalah be present (fokus pada momen sekarang), be curious (membangun rasa ingin tahu sekaligus menahan diri dalam memberi saran), dan be open (terbuka atas segala pengalaman yang terjadi).
Kita sebaiknya menjauhkan diri sifat asumtif, judgemental, dan asosiatif. Terapkan juga metode STAR (Stop, Think, Assess, Respond), untuk memfilter apa yang mau kita ucapkan, termasuk respon yang ingin kita berikan. Devina menimpali bahwa keterbukaan dan keberanian untuk menampilkan kerapuhan diri adalah kunci membangun lingkungan kerja yang suportif.
Perihal recruitment kerja, ada beberapa hal yang dapat dijadikan catatan bagi para jobseeker. Menurut Esty, Devina, dan Hani, kita sebaiknya tak melebih-lebihkan diri dalam menjalankan komunikasi interpersonal sebagai personal branding di depan HR. Pasalnya, tanggung jawab kita bakal jadi lebih besar.
Bahkan, Devina dan Hani menambahkan bahwa HR tak semudah itu “ditipu”, terutama bila dokumen kita tak sejalan dengan sikap dan perkataan kita. Untuk itulah cara terbaik dalam melakukan komunikasi interpersonal di tahap wawancara kerja adalah menceritakan diri kita secara jujur, serta memperhatikan detail kecil seperti ketepatan waktu dan kerapian berpakaian.
Komunikasi interpersonal yang sukses didasari oleh kecerdasan emosional dan kemampuan membaca situasi. Kita tak hanya melakukan pendekatan komunikasi sesuatu preferensi kita, namun belajar untuk memahami kemauan dan perspektif dari orang lain.