Hobby: The Fun Way to Learn Language, Belajar Bahasa Asing dari Mana Saja
Belajar bahasa asing memiliki banyak manfaat. Mulai dari memperluas pengetahuan, memudahkan kita diterima di dunia internasional maupun mengikuti perkembangan teknologi, hingga memperluas komunitas. Semakin banyak media yang kita pakai dalam belajar, hasilnya akan makin efektif. Begitulah sepenggal kesimpulan dari TECHMinar Kreen Indonesia berjudul Hobby: The Fun Way to Learn Language.
Selain manfaat di atas, Nadia F. Romadhona (Polyglot Indonesia chapter Yogyakarta & Founder serta Podcaster Lavanya Podcast) membedah bagaimana kemampuan bahasa asing beserta konteksnya juga berpotensi mengurangi miskomunikasi sehingga bisa mencegah hal-hal seperti konflik antar-negara. Sebab, masing-masing negara memiliki istilah yang seringkali berbeda dengan apa yang ditangkap oleh pendengar dari negara lain.
Hal ini diamini oleh Marsellya Crissantie (Maru Sensei, Japanese Tutor My Podemy) yang mengatakan bahwa belajar bahasa asing berarti juga mempelajari budaya lain. Menurutnya, anime adalah media yang efektif untuk menambah kosakata dan mempertajam skill listening bahasa Jepang.
Meski begitu, tak semua kata-kata di anime cocok untuk diterapkan dalam struktur formal. Sehingga, pembelajar harus hati-hati dan memperhatikan konteks agar dapat menggunakannya dengan sopan.
Azzah Farras (Student & Bookstragammer @readorables) yang telah lama menetap di Kanada mengalami sendiri bagaimana bahasa asing menjadi hal yang dapat menjembatani konflik.
Rizka Adlin, seorang Korean Tutor & Interpreter melihat bagaimana Hallyu Wave membawa pengaruh besar bagi gaya hidup masyarakat Indonesia. Hal ini pun jadi salah satu alasan kuat bagi perusahaan Korea Selatan untuk memperluas pasarnya di Indonesia. Tak dapat dipungkiri bahwa penyerapan tenaga kerja Indonesia pun akan semakin tinggi, sehingga belajar bahasa asing seperti bahasa Korea akan jadi keuntungan untuk mereka yang tertarik menjadi bagian dari perusahaan Korsel ini.
Nadia menekankan bahwa belajar bahasa asing tidak instan. Ada banyak hal yang harus diproses, untuk itulah kesalahan perlu dirangkul sebagai bagian dari pembelajaran.
Menurutnya, setiap orang pun memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam mempelajari bahasa. Sebut saja absorb (menirukan tutor atau buku), belajar menonton konten tanpa subtitle, hingga mempelajari grammar atau rutin melakukan latihan. Secara umum, mereka yang ingin menguasai bahasa asing memerlukan kesediaan dari segi waktu, komitmen, dan buku-buku atau media pembelajaran yang baik.
Masing-masing media belajar juga memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Nadia melihat bahwa podcast sangat efektif bagi pembelajar intermediate atau menengah ke atas karena mereka hanya bisa mengandalkan kemampuan pendengaran. Di sisi lain, video adalah cara favorit belajar bahasa Inggris untuk pemula maupun pembelajar tipe visual.
Buku adalah cara belajar bahasa Inggris otodidak favorit Azzah. Menurutnya, dalam sebuah buku terdapat banyak struktur formal yang bisa dipelajari. Selain itu, buku juga membantu memperkaya kosakata. Sementara, film lebih banyak membantu dalam hal slang atau kata-kata populer serta pronounciation.
Masing-masing panelis “terjun” menjadi praktisi dengan cara yang berbeda. Rizka tertarik mempelajari bahasa Korea dan budayanya karena kesukaannya terhadap makanan khas negeri K-Pop tersebut, sedangkan Marsellya memulainya dari anime. Menurut Marsellya, menonton anime ternyata bisa membantu kemampuannya dalam menjalani tes listening karena kecepatan bicara yang ditampilkan.
Nadia memperkaya kemampuannya dengan cara absorpsi. Ia sering mendengarkan musik atau menonton film dan mencatat kata-kata menarik kemudian menirukannya. Hal ini juga dilakukan oleh Azzah. Bagi Azzah, journaling menjadi modal untuk melihat progress belajar yang telah dilewati sekaligus melakukan evaluasi.
Isu soal keberadaan smart translation alias mesin penerjemah tak perlu menjadi kekhawatiran bagi manusia pembelajar bahasa asing. Menurut Nadia dan Rizka, ada beberapa hal seperti jokes dan kata-kata populer terbaru yang tak bisa diterjemahkan dengan sempurna oleh mesin. Sehingga, kebutuhan atas profesi interpreter atau translator tetap diperlukan karena memiliki unsur “emosional” dan non-verbal yang sangat dibutuhkan bagi pemahaman audiens.