Quarter Life Crisis: How to Handle It, Mengenal Diri Sendiri dan Mengkompromikan Impian dan Realitas

Posted By smartcomputerindo | 25 March 21 | Event

 

Quarter life crisis atau twenty something adalah keadaan emosional akibat masa transisi dari periode remaja ke dewasa. QLC lekat dengan insekuritas, kebingungan, rasa cemas, dan keraguan atas pilihan-pilihan hidup. Kita harus fokus pada diri sendiri dan mengkompromikan idealisme yang sering tak tercapai oleh realita. Itulah insight dari TECHMinar Quarter Life Crisis: How to Handle It.

 

Nurul Aini Ongkowidjoyo S.Psi, M.Psi. (Psikolog) melihat bagaimana banyak faktor yang menumbuhkan quarter life crisis, utamanya pada generasi milenial. Menurutnya, era yang ditinggali generasi milenial saat ini jauh berbeda dari masa generasi pendahulu. Tuntutan zaman sekarang berbeda dengan zaman dahulu. Kita melihat rate perceraian yang tinggi, perubahan teknologi yang sangat cepat, banyaknya perempuan yang bekerja, adanya kehidupan middle class, hingga berkembangnya pendidikan dan lingkungan yang beragam.

 

Akhirnya, kita dituntut serba cepat dan adaptif, menjadi seseorang yang kompetitif di tengah pergerakan dunia. Saat akses semakin berkembang, pengetahuan dan preferensi kita juga bertumbuh sehingga kita tak lagi mudah merasa puas dengan sesuatu yang kita punya. Kita akhirnya semakin ambisius, membutuhkan penghargaan atau pengakuan secara sosial, memiliki ekspektasi yang tinggi, namun juga cenderung tak sabar dan dependen,

 

Inilah mengapa Nurul menekankan pentingnya memahami apa yang kita inginkan dalam hidup agar kita tak semakin mudah tersesat. Konsep diri kita sangatlah penting dalam menghadapi masa-masa sulit seperti quarter life crisis. Kita sering dihadapkan pada ideal self vs real self, “apakah kemampuan dan diriku yang sebenarnya mampu menghadapi ekspektasi orang lain terhadapku?”

 

Nurul memberi beberapa rekomendasi cara untuk meredakannya, seperti berbagi dan sharing dengan teman dekat, membagi tujuan besar menjadi tujuan kecil yang realistis, dan berkumpul dengan orang yang tepat.

 

Seorang psikolog lain, Nidya Diwka Puteri M.Psi., mengamini pentingnya relasi sosial dan cinta dalam menghadapi Quarter Life Crisis dan fase usia young adult. Kita sebaiknya memahami tahap perkembangan hidup termasuk apa unsur yang dibutuhkan dalam fase usia tersebut. Perkembangan psikososial seperti crisis, isolation, dan intimacy sangat dipengaruhi perkembangan di usa sebelumnya, sehingga bisa terkait dengan relasi ayah ibu atau pola pengasuhan.

 

Selanjutnya, Nidya menyarankan untuk membuat prioritas hidup, tentukan minat atau passion, dan berbagilah dengan teman dekat.

 

Saat mengalami krisis seperempat abad, ingatlah bahwa ini merupakan sesuatu yang normal dan dilewati setiap orang meski dengan cara yang berbeda-beda. Berikan diri Anda waktu berpikir, dan sebisa mungkin jangan mengisolasi diri. Tetap terhubung dengan orang lain melalui komunikasi yang transparan dan jujur, dan jangan takut dengan adanya perubahan. 

 

Lina Karlina, S.Psi (Director SHINE Consulting) melihat bahwa QLC atau quarter life crisis dapat disebabkan oleh banyak hal seperti faktor internal (harapan dan impian, instabilitas, feeling in-between, agama, dan spiritualitas, maupun hubungan, tantangan akademis, dan pekerjaan.

 

Namun, sejatinya QLC adalah sebuah fase yang nantinya akan mendorong kita untuk mengubah situasi hingga membangun pondasi baru sebagai fokus kehidupan di masa selanjutnya. 

 

Berdasarkan riset, quarter life crisis memang memiliki hubungan dengan religiusitas, namun ketiga panelis menyadari pentingnya kita berhenti “melabeli” orang-orang dengan gangguan mental sebagai “pribadi yang jauh dari Tuhan.” Sebab, terlepas dari stigma tersebut, religiusitas tinggi juga tak menutup seseorang untuk terhindar dari masa-masa krisis. Apalagi, Nurul menambahkan bagaimana religiusitas adalah sebuah nilai yang dapat bertambah seiring waktu sehingga proses belajar di dalamnya sangat mungkin berkembang secara dinamis. 

 

Jika kita mengalami quarter life crisis dalam perencanaan karier, saatnya menggali kembali tekad kita dalam mencapai mimpi-mimpi. Kita perlu menekan ego, menyadari peluang yang ada, dan bagaimana cara kita memanfaatkan peluang tersebut untuk mencapai tujuan tersebut. Jangan sampai kita terlalu tenggelam dalam idealisme kita, namun berakhir tak realistis.

 

Hubungan sosial pun dapat menjadi salah satu cara ampuh mengatasi kegalauan karena quarter life crisis. Sebab, manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya akan merasa lebih baik setelah bertukar insight, perspektif, dan ide dengan orang lain. Tak terkecuali dalam mencari bantuan dari profesional. Nidya menambahkan bagaimana isolasi sosial hanya akan membentuk rasa kesepian dan mempengaruhi konsep diri secara negatif.

 

Kunci menghadapi quarter life crisis terletak pada aksi dan mindset berikut: fokus pada diri sendiri dan hal-hal yang penting; berhenti membandingkan diri dengan orang lain; membuat rencana; mengembangkan kemampuan; beradaptasi dengan perubahan, serta mencari bantuan yg suportif.