Mindfulness At Work, Sejenak Menyepi & Berhenti untuk Tetap Produktif

Posted By smartcomputerindo | 27 January 21 | Event

 

Di masa pandemi ada banyak hal yang berubah dan menuntut kita beradaptasi. Seringkali, pikiran kita mengembara ke masa lalu dan masa depan. Akibatnya, kebiasaan itu justru membuat kita sulit fokus sehingga produktivitas dan efisiensi kerja kita malah berkurang. Mungkin sudah saatnya kita menepi dan beristirahat sebentar untuk mengenal diri sendiri melalui teknik mindfulness.

 

Putra Wiramuda yang berprofesi sebagai Peneliti dan Praktisi Kesehatan & Mindfulness merangkum beberapa penelitian tentang kompleksnya pikiran manusia. Menurut penelitian Queens University, kita bisa memikirkan 6.200 hal yang terus berubah secara terus menerus dalam satu hari saja. Riset Hardvard University juga menunjukkan bahwa sebanyak 47% pikiran manusia tak terpusat pada saat ini atau present moment. Kita cenderung melamun, memikirkan sesuatu di masa lalu, atau di masa depan.

 

Padahal, pikiran yang mengembara bukanlah pikiran yang bahagia. Kita justru merasa berada di bawah kontrol dan tak bisa menikmati masa kini. Selain mengurangi efisiensi dan produktivitas kerja, kita jadi lebih mudah stress. Bahkan, kreativitas kita juga terhambat.

 

Teknis mindfulness yang diterapkan pada aktivitas kerja atau mindful working artinya mengarahkan perhatian dan kesadaran kita ke setiap momen saat bekerja. Kita juga menyadari, menerima, dan melepaskan berbagai stimulus/distraksi saat sedang beraktivitas. 

 

Mengarahkan perhatian ke setiap momen bukan berarti menolak gangguan yang datang. Kita hanya mencoba menerimanya tanpa melakukan “penilaian” apa-apa, alias berpikir terlalu jauh.

 

Beberapa tips dalam menerapkan mindfulness adalah melalui relaksasi nafas, menjadi single tasker ketimbang multi-tasker, menumbuhkan growth mindset, berteman dengan tekanan. Sedangkan kebiasaan yang bisa dipraktikkan adalah teknik STOP (Stop, Take a deep breath, Observe, Proceed). 

 

Teknik STOP sangat berguna saat kita merasa dikejar-kejar deadline. Sejenak, kita perlu berhenti dulu dari sebuah aktivitas untuk memahami alasan kenapa kita merasa kewalahan. Perlu menjadi catatan bahwa jika kita meneruskan bekerja, bisa jadi pekerjaan kita malah tidak maksimal. Kalaupun selesai, pekerjaan itu bisa jadi menimbulkan masalah lain. Untuk itu, beri jeda 5-10 menit, tarik napas dalam-dalam agar diri lebih tenang. Observasi pikiran dan emosi yang muncul. Di momen ini biasanya akan muncul ide, insight, dan solusi yang berasal dari dalam. Selanjutnya, barulah kita bisa mengambil keputusan dengan kepala dingin.

 

Ada juga metode lain yang bisa dicoba, seperti meditasi koma, dua kaki dan satu napas, maupun mindfulness makan.

 

Kadang kita perlu menyepi dari riuhnya kehidupan untuk menemukan langkah selanjutnya. Bukan berarti seseorang melangkah lebih cepat dan tampak sibuk akan lebih dulu mencapai kesuksesan. Hal ini diamini oleh Adi Palguna (Founder & Facilitator Sekarang.org). Menurutnya, mindfulness menjadi “alarm” yang penting untuk memahami kita tentang kapasitas tubuh dalam manajemen stress

 

Saat kita menerima stimulus yang “menekan”, tubuh akan secara otomatis mencari metode coping untuk menghadapi stressor tersebut. Contohnya, mengeluarkan hormon kortisol. Di sinilah mindfulness menjadi pengingat kita, dengan adanya kesadaran terhadap “calon” stress, kita akan lebih mudah mengambil keputusan untuk mencegah atau menanganinya.

Mindfulness sering disamakan dengan meditasi, keduanya memang serupa namun tak sama. Bila mindfulness diibaratkan sebagai tingkat kebugaran, maka meditasi adalah olahraga yang dilakukan.

 

Mindfulness artinya menyadari dan menaruh perhatian pada setiap proses, berbeda dengan konsep goal-oriented. Namun, bukan berarti kita jadi mengabaikan goal dengan menerapkan mindfulness. Mindfulness justru membuat tujuan besar kita tak lagi muluk-muluk untuk dicapai, dengan membaginya menjadi goal-goal kecil yang lebih realistis.

 

Tak semua orang cocok dengan pendekatan mindfulness. Pada beberapa kondisi klinis, mindfulness membutuhkan pendampingan dari fasilitator. Mindfulness pun bukan “obat mujarab” bagi semua keluh kesah kita. Namun, mindfulness dapat menjadi salah satu cara agar kita bisa berteman dengan diri sendiri, sehingga kita bisa berteman dengan kehidupan.