Seni bisa menjadi salah satu cara melepas stress di masa pandemi. Kuncinya adalah dilakukan bukan dalam rangka menghasilkan karya yang berkualitas, namun fokus pada menikmati proses menggambar dan mengekspresikan perasaan. Hal ini adalah insight menarik dari TECHMinar Kreen Indonesia, How Arts Can Improve Your Mental Health.
Galuh Kikiany S. M.Psi atau Kiki (Psikolog Klinis), seorang psikolog klinis melihat bahwa seni adalah kegiatan yang membuat kita rileks, jarang dianggap sulit, dan melegakan. Sebab, seni menjadi ajang berekspresi bagi orang yang sulit mengungkapkan emosi mereka lewat kata-kata.
Melalui art therapy, seni menjadi salah satu cara bagi seseorang dengan gejala klinis tertentu untuk mengeluarkan emosinya. Namun, tentu art therapy dalam kasus ini masih harus diimbangi dengan terapi lain seperti konseling dan cognitive behaviour. Art therapy juga perlu dilakukan dengan bantuan professional.
Lantas, bagaimana dengan kita yang hanya ingin meluapkan emosi? Seni masih bisa menjadi solusi, namun hanya sebagai katarsis saja di rumah, bukan terapi. Ia tetap bisa menjadi media untuk menyalurkan pikiran yang telah lama dipendam. Melalui art therapy, hormon kebahagiaan dan ketenangan seperti dopamin, serotonin, dan oksitosin akan diproduksi di dalam tubuh.
Kiki juga melihat manfaat lain dari art therapy selain emotional release dan stress relief, yakni self-discovery, meningkatkan self-esteem, serta mengurangi gejala kecemasan dan depresi.
Bagaimana memulai melepaskan stress di masa pandemi melalui seni selama di rumah? Tidak ada batasan dalam memulainya, kita bisa memahat, membuat jurnal, melukis, maupun mewarnai.
Aquino Hayunta (Pendiri Sahabat Seni Nusantara) melihat bahwa isu kesehatan mental menjadi perhatian di tahun 2020 seiring dengan isolasi mandiri akibat pandemi. Produk seni seperti film dan musik pada akhirnya makin banyak dikonsumi.
Ia juga melihat hubungan emosi, ekspresi, dan seni. Menurut pengamatannya, kita sebagai orang Timur sering salah tingkah dalam menyikapi ekspresi. Ekspresi kita lebih sering diatur oleh institusi, keluarga, dan norma. Seringkali, kita tak bisa berterus terang karena apa yang kita kemukakan mungkin akan bertentangan dengan ranah kesopanan. Di sisi lain, ekspresi itu sangat penting bagi tubuh karena berkaitan dengan emosi. Ekspresi yang tersumbat akan menghambat energi dan emosi, bahkan meninggalkan jejak trauma.
Inilah mengapa seni bisa menjadi solusi atas permasalahan tersebut. Aquino membagi seni menjadi interpretasi klinis (tes psikologi menggambar pohon, tes masuk kerja) dan seni yang sifatnya terapetik (spontan dan digunakan untuk menuangkan emosi tanpa terlalu banyak berpikir).
Menurut Aquino, pada dasarnya seni membantu kita berekspresi, berefleksi, dan mengambil jarak dari pengalaman kita. Sehingga, pada akhirnya perasaan itu mengalir dan tak mengendap. Aquino juga membeberkan sederet seni untuk individu maupun relasi sosial.
Ternyata, seni membantu kita mengingat kenangan, serta meningkatkan harapan, keseimbangan, pemahaman dan pemahaman terhadap diri, bahkan apresiasi. Seni juga membentuk karakter yang berguna untuk menjalin relasi sosial, contohnya otonomi, koordinasi, bonding, dan rasa toleran.
Sebagai seorang seniman, Teresa Nikita Sekardewi Prakosa (Abstract Fluid Painter) atau Caca mengakui manfaat signifikan yang ia dapat setelah menekuni seni. Ia merasa mood dan kepercayaan dirinya semakin baik.
Berdasarkan pengalaman Caca, ternyata seni berhasil menurunkan ekspektasi berlebih terhadap sesuatu. Seni yang sifatnya relatif mengubah cara pandangnya terhadap sesuatu. Bahwa apa yang dianggap buruk di matanya, belum tentu dianggap buruk oleh orang lain, begitu juga sebaliknya.
Caca juga merasa lebih tenang dan damai, bahkan berhasil menjalin relasi kembali dengan rekan-rekan lamanya. Seni ia pakai sebagai coping mechanism dan mengenali emosi dalam dirinya.
Diskusi semakin menarik ketika membahas mengenai seni sebagai hobi dan pekerjaan. Di tengah tuntutan untuk menghasilkan karya yang sempurna, bagaimana posisi art therapy?
Caca memandang bahwa manusia memiliki banyak emosi, tak melulu “sampah” mental yang negatif. Menurutnya, seluruh emosi termasuk emosi bahagia dan healing juga dapat menghasilkan karya yang indah. Caca juga mengakui bahwa ia tak meluli menghasilkan karya untuk memenuhi kebutuhan emosinya sendiri. Terkadang, ia mengikuti gambaran klien, meski tetap menikmati prosesnya dalam melukis.
Hal ini pun diamini oleh Aquino. Sebab, menurutnya, fungsi seni sebetulnya tak hanya berkaitan dengan kesehatan mental, namun juga kohesi sosial, hiburan, bahkan komersial.
Bagi seorang seniman, ketiga panelis meyakini bahwa perlu ada kesadaran untuk membedakan “seni sebagai hobi” dan “seni sebagai pekerjaan.” Hal ini bisa dilakukan dengan mengatur pemisahan dan mindset ketika masing-masing “mode” sedang bekerja. Jangan membawa idealisme dalam karya seni Anda, dan usahakan untuk rileks atau menghindari sifat perfeksionis saat Anda ingin menjadikan seni sebagai hobi atau katarsis penyalur emosi.