How AI Controls The New Normal: Kecerdasan Buatan dalam Segala Sendi Kehidupan
AI atau Kecerdasan Buatan kini perlu semakin dimasyarakatkan. Pasalnya, revolusi industri 4.0 semakin tak terelakkan dan AI telah memasuki segala sendi kehidupan. Itulah salah satu kesimpulan TECHMinar Kreen Indonesia: How AI Controls The New Normal.
Menurut Dr. Lukas yang merupakan Ketua Indonesia AI Society menekankan pentingnya kita menjadi kreator AI. Kita tak boleh lagi sekedar mengonsumsi. Ide-ide dan riset tentang AI sebaiknya direalisasikan, tak hanya berakhir pada lembaran kertas. Indonesia AI Society pun berkomitmen membangun pengembangan kecerdasan artifisial di Indonesia, melalui penyusunan roadmap, edukasi, dan peningkatan kompetensi SDM.
Indonesia.ai adalah komunitas lainnya yang mempunyai visi untuk memperkenalkan dan memberikan solusi AI bagi anak-anak muda dengan berbagai latar belakang. Mulai dari teknik hingga non-teknik misalnya humaniora.
Beberapa startup pun terus memperluas kontribusi mereka dengan pemanfaatan kecerdasan buatan. Contohnya Bisa.ai yang menciptakan platform untuk belajar teknologi dan AI secara gratis.
Ada juga startup AI yang bergerak di bidang kesehatan yakni Prox.ai. AI pada Proxa.ai dipakai untuk menghasilkan deferensial diagnosis di mana pasien mendapatkan one stop solution. Setiap layanan sifatnya personal dan kontekstual sesuai informasi yang diinput pasien.
Prixa.ai ingin mencegah kebiasaan masyarakat untuk self-diagnosed dalam mencari informasi kesehatan. Bila google search hanya akan memberikan info seputar gejala, pasien cenderung menyimpulkan sendiri penyakitnya. Padahal, ada faktor lain yang mempengaruhi diagnosis, seperti usia dan gender.
Untuk itu, Prixa.ai akan menggunakan AI dalam pengajuan pertanyaan awal. Selanjutnya, berdasarkan profil yang diisi pasien, akan ada prediksi kemungkinan penyakit yang diderita, disusul dengan saran apakah penyakit tersebut dapat sembuh dengan sendirinya atau membutuhkan konsultasi dokter. Prixa.ai akan menyediakan konsultasi jarak jauh bila pasien mendapat rekomendasi ke dokter.
Berkat informasi yang telah disusun melalui AI di Prixa.ai, pertanyaan dan materi diskusi antara dokter dan pasien lebih terstruktur dan bermakna. Dalam waktu singkat, dokter sudah paham akan menanyakan apa pada pasien dan sebanyak 80% keluhan umum telah tercover oleh platform ini.
Lain lagi dengan Widya Imersif yang mencoba membuat berbagai terobosan teknologi mulai dari face recognition & thermal camera yang terhubung dengan sistem absensi, smartwatch dengan healthtracker, dan solusi recruitment karyawan yang menggabungkan AI (pengenalan wajah) dengan ilmu psikologi untuk menganalisa wajah.
Seluruh speakers dari komunitas dan startup tersebut memandang positif antusiasme masyarakat terhadap AI. Mereka optimis bahwa AI mampu dikembangkan lebih lanjut di Indonesia. Saat ini, tantangan yang masih menghadang terdapat pada segi pengumpulan dan regulasi data, pendidikan AI secara formal, kurangnya riset yang berkualitas, dan belum meratanya infrastruktur pendukung AI seperti internet.
Meski banyak yang masih khawatir bahwa AI dapat menghilangkan beberapa profesi, kecerdasan buatan sebetulnya justru membuka peluang baru yang lebih luas. Fokusnya terletak pada job shifting, bukan job replacing. Beberapa pekerjaan yang sifatnya rutin dan administratif justru mampu diotomatisasi agar lebih efisien. Sebagai gantinya, manusia dilibatkan dengan pekerjaan yang membutuhkan daya cipta dan kreasi yang tinggi.