Trik Mengatur Skala Prioritas dan Manajemen Waktu dengan Metode Getting Things Done
Saat menjalani work from home atau online school, kita pasti mengalami adaptasi. Salah satu yang paling menantang adalah menentukan skala prioritas dan manajemen waktu. Seluruh pekerjaan kantor dan aktivitas rumahan seolah menumpuk tanpa batas, sehingga kita harus pandai-pandai mengatur agar semua hal terselesaikan. Intip metode Getting Things Done yang dipopulerkan oleh David Allen ini!
Pengertian Metode Getting Things Done
Glenn-Carstens Peters/Unsplash
GTD method didasarkan pada dua prinsip yang menonjol. Pertama, bahwa setiap bagian kehidupan seseorang harus “dikumpulkan” dan diatur melalui sistem yang logis, sehingga otak kita dapat terbebas dari “stuff” atau “clutter” alias pikiran-pikiran buangan nan berserakan yang tidak penting.
Prinsip kedua berkaitan dengan mendisiplinkan seorang individu dalam pengambilan keputusan. Sehingga, seluruh hal dalam hidup dapat diproses sejak fase pertama ke tindakan selanjutnya. Tindakan-tindakan tersebutlah yang dapat segera dieksekusi untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Manfaat Metode Getting Things Done
Kelly Sikkema/Unsplash
Keindahan metode ini adalah bahwa ia dapat diterapkan secara langsung dalam kehidupan professional maupun personal. Seiring dengan berubahnya kebutuhan dan rutinitas harian, Getting Things Done dapat langsung dipraktikkan agar posisi kita tak tertinggal.
Saat pekerjaan dan profesi mengalami diversifikasi, sangat sulit bagi kita untuk mempersiapkan diri di masa depan. Seluruh peran, tanggung jawab, dan sikap kita tak lagi sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
Getting Things Done membantu kita memahami bahwa kita sedang hidup di dunia yang membutuhkan “knowledge work.” Di era Information Age, volume email, permintaan, pertanyaan, dan komplain yang harus kita hadapi sehari-hari akan selalu meningkat jumlahnya. Bila kita tak sanggup menghadapinya, ujung-ujungnya kita mengalami stress dan rasa frustasi yang tak berkesudahan.
Knowledge work berkaitan dengan hal-hal ini. Artinya, kini kita memang sedang dihadapkan dengan tanggung jawab yang bertingkat. Kita juga perlu memandang gambaran besar atau big picture tanpa mengabaikan detail-detail kecil setiap menitnya. Getting Things Done membantu Anda mencapai tujuan ini dengan menciptakan prosedur workflow yang efektif tanpa overreacting atau underreacting terhadap tugas-tugas yang datang.
Getting Things Done membuat Anda berhenti overthinking, sebab tugas-tugas akan dilabeli sebagai “actionable” atau “non-actionable.” Efeknya, Anda punya komitmen yang lebih untuk mengerjakannya, ketimbang hanya menimbang-nimbang suatu pekerjaan dalam pikiran secara kompleks tanpa benar-benar melakukannya.
Getting things Done juga menyingkirkan halangan lain dalam melakukan suatu pekerjaan. Seringkali Anda merasa takut, kebingungan, dan kewalahan saat akan memulai suatu proyek. Tahukah Anda bahwa alasan yang menimbulkan perasaan tersebut adalah kurangnya pemahaman Anda terhadap hasil yang diharapkan, langkah-langkah untuk mencapainya, dan suatu sistem yang reliable untuk memantau jalannya proses. Inilah pentingnya metode Getting Things Done untuk mengembalikan pikiran-pikiran yang “berserakan” kembali lagi ke tempatnya.
Mempraktikkan Metode Getting Things Done
Polina Zimmerman/Pexels
Ada beberapa langkah untuk mempraktikkan Getting Things Done, yakni capture, clarify, organize, reflect, dan engage.
Capture
Langkah pertama adalah “mengumpulkan” seluruh hal atau aktivitas yang menyita perhatian Anda. Lakukan dengan catatan atau alat perekam. Intinya, kumpulkan seluruh task, janji temu, dan ide Anda dalam suatu “wadah” yang tak selalu berbentuk fisik. Anda bahkan bisa memakai wadah digital seperti email inbox, OneNote atau Evernote mapun vertical filing system. Tak butuh waktu lama untuk melakukannya.
Clarify
Setelah mengumpulkan seluruh aktivitas tersebut, kategorikan mereka dalam actionable dan non-actionable.
Pikirkan pertanyaan-pertanyaan berikut, seperti apa task yang dimaksud? Apakah ia actionable? Apa yang akan menjadi next action?
Bila lebih dari satu aktivitas masuk dalam actionable, tentukan next action dan project. Masukkan aktivitas non-actionable dalam kategori trash (tak akan dikerjakan), reference (arsip yang suatu waktu dapat dipakai kembali sebagai rujukan), atau on-hold activities (aktivitas yang dapat ditunda pengerjaannya).
Organize
Sekarang, saatnya menyusun actionable actions dalam sebuah metriks anyar.
Pada kalender, pastikan Anda hanya memasukkan janji temu.
Masukkan task yang harus dikerjakan dalam daftar khusus next action list atau satukan mereka dalam suatu “proyek” untuk dibreakdown kembali menjadi aktivitas-aktivitas kecil. Proyek yang dimaksud dapat berupa apa saja, mulai dari merenovasi rumah hingga marketing campaign. Masukkan semua proyek Anda dalam daftar proyek tersebut, masukkan tenggat waktu, dan lakukan review secara teratur.
Anda juga sebaiknya membuat daftar khusus Waiting For, yakni tentang semua tugas yang Anda delegasikan kepada orang lain, terutama jika Anda adalah seorang pemimpin proyek. Tujuannya untuk memantau dan melacak perkembangan maupun proses proyek yang dijalankan anak buah Anda.
Anda perlu menyiapkan next-action list lainnya yang merupakan Non-project Specific, alias aktivitas tunggal yang terpisah dari proyek, misalnya Context-specific List untuk memantau personal tasks, work tasks, phone calls, atau errands.
Reflect
Update dan review semua sistem yang telah Anda ciptakan untuk mempertahankan kontrol dan fokus terhadap setiap aktivitas. Anda harus memastikan seluruh sistem diupdate secara berkala, sehingga Anda tak akan melewatkan suatu aktivitas. Paling tidak, cek to-do-lists Anda satu kali dalam satu hari untuk menyiapkan diri mengenai task selanjutnya.
Di akhir minggu, tuliskan semua ide yang bergulir dalam otak Anda. Setiap hari, pantau apakah Anda berhasil mengerjakan to-do-lists yang telah dibuat, apa aktivitas yang menanti Anda dalam beberapa hari ke depan? Lihat apakah ada beberapa aktivitas dari maybe/someday atau on-hold lists yang bisa dikerjakan saat ini?
Lihat janji temu di kalender. Apakah kalender yang Anda pasang telah sesuai dengan waktu saat ini? Apakah Anda bisa menyelesaikan semua janji temu yang Anda buat? Adakah janji temu yang harus disiapkan dalam beberapa waktu ke depan?
Jangan lupa, periksa juga Waiting For lists untuk melihat status aktivitas yang Anda delegasikan ke orang lain, misalnya bawahan Anda.
Engage
Pakai sistem atau metode Getting Things Done untuk membuat keputusan yang jelas dan penuh kepercayaan diri. Jadikan context, time available, energy available, dan prioritas sebagai pertimbangan dalam melakukan tindakan berikutnya.
Saat Anda berada dalam waktu luang, pikirkan hal ini: saya sedang berada dalam konteks apa? Aktivitas apa yang bisa saya lakukan? Misalnya, saat Anda sedang mengantri periksa dokter, kurang bijak rasanya bila Anda melakukan panggilan telepon soal pekerjaan. Sebagai gantinya, Anda dapat mengirim email atau pesan.
Seberapa banyak waktu yang Anda miliki? Bila Anda tinggal 15 menit sebelum sampai ke tujuan, Anda tentu tak akan memilih untuk bertelepon. Namun, Anda bisa melakukan panggilan telepon jika memutuskan untuk mampir ke supermarket sekalian membeli kebutuhan primer di shopping list Anda.
Perhatikan energi Anda setiap harinya. Sesuaikan level aktivitas dengan level performa dan konsentrasi yang Anda miliki. Bila Anda merasa bertenaga dan bersemangat di pagi hari, waktu tersebut tampaknya paling baik untuk menyiapkan presentasi kerja yang penting. Hasilnya tentu akan berbeda saat Anda menyiapkan presentasi tersebut di pada tengah hari.
Pikirkan juga mana task yang paling penting? Putuskan berdasarkan urgensi. Misal, ketika Anda punya tugas yang memakan waktu banyak dan harus diselesaikan dalam waktu dekat, tentu Anda akan mendahulukannya.
Sumber