Ini Cara yang Tepat bagi Seorang Leader dalam Melakukan Manajemen Konflik
Mendengar kata emotional intelligence, kita cenderung membayangkan sikap-sikap baik, lembut, dan rukun dengan satu sama lain. Di sisi lain, adanya konflik sebetulnya merupakan hal yang wajar dan tak terhindarkan dari setiap interaksi, termasuk di tempat kerja. Konflik yang tak terselesaikan atau “diabaikan” justru dapat mengurangi retensi dan produktivitas karyawan. Inilah mengapa sebagai seorang leader, Anda perlu memahami langkah-langkah menangani konflik alias manajemen konflik.
Menyamankan Diri dengan Konflik
Tiger Lily/Pexels
Leader adalah seorang panutan. Jika Anda menunjukkan sikap ragu maupun memaksa ketika terjadi konflik, tim Anda umumnya akan bereaksi serupa. Untuk itu, sebagai leader, Anda wajib memiliki sifat mindful dan memantau reaksi Anda sendiri.
Kompromi umumnya menjadi reaksi yang umum dalam sebuah konflik, namun pastikan bahwa tak ada jejak-jejak isu yang masih “tertinggal” atau “menggantung.” Apakah tim Anda cenderung menghindari pembahasan soal konflik internal?
Bisa jadi Anda hanya sekedar memberi mereka jawaban atau perintah tanpa berusaha mengeksplor lebih lanjut penyebab dari isu tersebut. Pada kasus lain, bukan tak mungkin seorang leader terlalu fokus pada kolaborasi dan akhirnya malah memusatkan pada hal-hal yang sebetulnya tidak terlalu penting.
Daripada menghindari konflik, berikan waktu pada diri Anda untuk memikirkan cara-cara mengeksekusi manajemen konflik. Perkuat EQ Anda di bidang-bidang seperti social awareness, tumbuhkan rasa penasaran dengan orang-orang yang terlibat dalam konflik. Lihat lagi dalam empati dan perasaan dalam diri Anda.
Menelaah Penyebab Terjadinya Konflik
Anna Shvets/Pexels
Konflik umumnya timbul dari perubahan yang konstan, doing more with less (mengabaikan kewajiban), kebingungan atas tanggung jawab, miskomunikasi, maupun perbedaan metode dan tujuan. Faktor-faktor ini sering memunculkan konflik dalam organisasi, dan diperparah dengan adanya pola kerja mode baru seperti remote team.
Apa yang bisa Anda lakukan sebagai leader? Pelajari apa konflik yang umumnya ditemui dalam ranah internal perusahaan. Apa yang kira-kira menjadi penyebabnya? Jika Anda bisa mengurangi penyebab konflik, Anda akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk menanganinya.
Darimana ketidaksepahaman ini bermula? Apa yang membuat karyawan yang bertikai merasa kecewa? Di mana titik lemah kolaborasi dalam tim yang Anda bawahi?
Seperti yang disebutkan di atas, perbedaan visi atau tujuan sering menjadi penyebab terjadinya “gesekan” dalam perusahaan. Konflik dapat terjadi saat karyawan tak memiliki common ground yang sama dalam tempat kerja. Mereka memiliki pandangan berbeda ketika mengerjakan sesuatu, sehingga dapat menciptakan keretakan antar anggota tim dalam jangka panjang.
Untuk itu, Anda sebagai leader juga harus maju untuk mengambil feedback dari setiap anggota tim untuk menciptakan sistem kerja yang kolaboratif. Jika Anda “mencium” tanda-tanda konflik, segera ambil tindakan tegas dan selesaikan masalah terkait.
Membuka Kesempatan Berdiskusi dengan Open Mindset
Anna Shvets/Pexels
One-on-one conversation adalah cara paling efektif dalam manajemen konflik di tempat kerja. Hal ini adalah bagian penting dalam resolusi konflik. Anda akan memiliki peluang yang sempurna untuk memahami masing-masing sudut pandang dan melakukan penilaian berdasarkan hal tersebut.
Namun, Anda perlu berhati-hati dalam menilai situasi. Sebab, ketegangan di antara pihak-pihak yang berselisih mungkin akan merugikan mereka dalam jangka panjang. Hal itu dapat merusak moral dan kinerja mereka. Cobalah untuk mempelajari bahasa tubuh, nada suara, dan interaksi antara anggota tim Anda untuk mengidentifikasi gejala konflik dan mengendalikan situasi secara tepat waktu.
Pastikan Anda berada dalam mode active listening saat berhadapan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Hubungkan setiap percakapan untuk memperluas perspektif Anda. Hal ini akan membantu Anda memahami lebih lanjut mengenai seberapa serius konflik yang terjadi. Proses penyelesaian konflik menuntut adanya komunikasi yang baik antara semua pihak yang terlibat agar situasi dapat ditangani dengan cepat.
Maka dari itu, sebagai leader sangat penting bagi Anda untuk be open. Masuki “percakapan yang sulit” tanpa mengharapkan outcome tertentu. Anda boleh memiliki ide-ide tentang apa yang Anda inginkan dalam sebuah percakapan. Namun, ketimbang langsung menyimpulkan, pergilah berdiskusi dengan karyawan Anda dengan bekal rasa penasaran. Beri mereka pertanyaan. Anda tak akan bisa memahami bagaimana menangani sebuah situasi jika Anda tak terbuka dalam menerima berbagai kemungkinan yang ada.
Ketimbang fokus pada emosi di sebuah konflik, anggap manajemen konflik sebagai kesempatan untuk meningkatkan keterampilan negosiasi Anda. Apa yang Anda inginkan dari percakapan atau situasi tersebut? Bagian mana yang memungkinkan adanya kompromi? Bagaimana Anda bisa menemukan titik temu dari setiap sudut pandang? Bagaimana Anda bisa membantu? Dengarkan mereka secara hormat dan penuh pertimbangan, jangan hanya mengacu pada hasil yang Anda harapkan.
Ingatlah bagaimana setiap orang memiliki gaya kerja dan metode berkomunikasi yang berbeda. Beberapa orang lebih suka berkomunikasi secara langsung, efisien, dan menyampaikan maksudnya secara frontal. Ada juga orang yang mengedepankan emosi sehingga mereka butuh meluangkan waktu lebih untuk menuju ke inti permasalahan. Sebab, mereka terlebih dahulu mencari cara untuk membangun koneksi. Dengan menyadari hal ini, Anda dapat belajar menyesuaikan perilaku Anda dengan cara yang lebih sesuai dengan interaksi Anda.
Pelajari juga mode ketegasan vs kerjasama dari mode Thomas-Kilman yakni penghindaran, akomodasi, kompromi, bersaing, atau berkolaborasi. Masing-masing berguna untuk berbagai jenis konflik.
Mengambil Keputusan atau Solusi
Canva Studio/Pexels
Dalam setiap diskusi atau meeting yang terjadi, tekankan bahwa upaya manajemen konflik yang Anda lakukan adalah bagian penting bagi produktivitas bersama.
Seringkali banyak anggota tim berkata bahwa mereka hanya ingin melakukan pekerjaan mereka tanpa gangguan dinamika tim. Namun, bagaimanapun juga dinamika itu tetap ada, masalahnya hanyalah apakah kita akan mengabaikannya atau tidak. Seiring dengan perubahan dan pertumbuhan organisasi, masalah ini tidak akan hilang, apalagi bagian dari pekerjaan kita termasuk melakukan interaksi secara efektif dengan rekan satu tim. Sehingga, pada akhirnya, setiap karyawan tetap perlu mengubah perilaku mereka.
Setiap solusi yang diambil dalam manajemen konflik harus netral, efektif, dan hanya untuk kedua belah pihak. Segala jenis resolusi membutuhkan pemikiran yang matang, kecerdasan emosional yang baik, dan keterampilan leadership yang kompeten.
Melakukan Evaluasi secara Berkala
Mikhail Nilov/Pexels
Setelah mengambil keputusan atau solusi, sangat penting untuk memantau perkembangan yang ada. Jadwalkan debrief setelah 30 atau 45 hari. Breakdown kembali hal-hal yang telah Anda putuskan dan sepakati sebelumnya. Kemudian, telaah bersama tim Anda apa yang telah terjadi setelah keputusan tersebut diambil? Di bagian mana kita sukses atau gagal? Apa yang bisa dipelajari dan diperbaiki di masa depan? Lakukan hal ini secara berkala karena manajemen konflik tanpa struktur seringkali menjadi hal baik yang pada akhirnya tetap tertumpuk di antara prioritas lain.
Pastikan untuk selalu memantau kepuasan karyawan. Beri mereka pengakuan dan rewards dalam rangka meningkatkan kepercayaan diri. Hal ini dapat mendorong peningkatan moral karyawan secara keseluruhan di tempat kerja sekaligus mengurangi kemungkinan perselisihan dan membantu menjaga kohesi tim yang tinggi.
Sumber
https://enterprisersproject.com/article/2021/3/it-leadership-5-tips-manage-conflict
https://www.fastcompany.com/90613494/6-ways-to-embrace-conflict-and-grow-as-a-leader
https://blog.vantagecircle.com/conflict-resolution-steps/