Clubhouse, Media Sosial "Eksklusif" yang Meroket Gara-Gara Elon Musk
Jika akhir-akhir ini Anda melihat screenshot yang menampilkan ikon mirip stories berwarna biru dalam beberapa baris, itu mungkin tangkapan layar dari aplikasi Clubhouse yang sedang populer. Apa itu Clubhouse app dan mengapa ia semakin diminati netizen?
Kemunculan Clubhouse ke Permukaan
Dmitry Mashkin/Unsplash
Clubhouse sebetulnya bukan aplikasi yang benar-benar baru. Sebab, media sosial ini telah tersedia sejak Maret 2020 lalu. Sayangnya, Clubhouse hanya mampu menarik 1500 pengguna selama dua bulan peluncuran. Tentu jumlah itu tak terlalu menggembirakan, mengingat pengembangnya adalah perusahaan Alpha Exploration Co yang mendapat investasi US$12 juta atau sekitar Rp168 miliar dari ventura Andreessen Horowitz.
Nasib Clubhouse social media perlahan menunjukkan titik terang kala Elon Musk unjuk gigi sebagai pembicara dalam Clubhouse. Minggu lalu, Elon Musk baru saja menyelenggarakan audio-chat dengan CEO Robin Hood, Vlad Tenev. Saking membludaknya, room percakapan sampai tidak bisa menampung para pendengar hingga dialirkan ke Youtube secara langsung.
Sejak saat itu, Clubhouse app mulai dibicarakan oleh publik bahkan sempat menjadi trending topic Twitter di Indonesia.
Dari 1.500 orang, pengguna Clubhouse tumbuh hingga 2 juta orang per 1 Februari lalu. Saat ini nilai perusahaannya ditaksir mencapai US$1 miliar, cukup berbeda drastis jika dibandingkan nilai US$100 juta pada bulan Mei 2020 lalu.
Apa yang Bisa dilakukan di Clubhouse?
Mashable India
Clubhouse bekerja selayaknya Zoom meeting di mana pengguna dapat mendengarkan percakapan, interview, dan diskusi dari pengguna lain. Namun, yang ditampilkan hanyalah audio. Akan ada yang berperan sebagai pembicara dan pendengar dalam room tersebut. Menariknya, pengguna dapat bergantian menjadi speaker dalam diskusi tersebut. Semua perbincangan bersifat live dan tak bisa diulang selayaknya podcast.
Topik yang diobrolkan sangat beragam. Mulai dari dunia hiburan, teknologi, olahraga, seni, buku, kesehatan, politik, dan ekonomi. Seluruhnya tersedia dalam tab Explore pengguna.
Melansir Aljazeera, Clubhouse terinspirasi oleh fenomena Fear of Missing Out alias takut ketinggalan update dalam rangka menarik penggunanya bertahan di aplikasi tersebut. Sifat percakapan dan diskusi yang tak bisa diulang membuat pengguna mau tak mau harus online agar tak ketinggalan informasi. Clubhouse tidak menyediakan kolom untuk mengunggah foto, video, dan status.
Saat ini, Clubhouse app hanya bisa dipakai pengguna iPhone iOS saja. Untuk bisa bergabung dengan Clubhouse, kita tak bisa serta merta mendaftar seperti pada platform lain.
Calon pengguna hanya bisa melakukan sign up melalui undangan dari seseorang yang telah mempunyai akun. Setelah meletakkan nama kita dalam daftar tunggu, tak ada jaminan bahwa calon pengguna bisa mendapatkan akun melalui cara tersebut.
Pendiri Facebook Mark Zuckerberg adalah salah satu figur publik yang muncul di Clubhouse dan mengawal diskusi tentang teknologi masa depan. Selain Elon Musk, Reza Arap dari Indonesia pun telah bergabung dengan platform ini.
Pengguna yang mengikuti chat room berkesempatan mengutarakan gagasan atau pertanyaan pada figur terkenal ini secara langsung. Itulah yang membuat para pengguna Clubhouse merasa menjadi “bagian dari klub” karena ada interaksi dua arah secara real-time.
Tanggapan Masyarakat Global Terhadap Clubhouse
Forbes.com
Menurut David Bchiri, Direktur Fabernovel (sebuah firma konsultan di Amerika Serikat), kepopuleran Clubhouse juga berhubungan dengan momentum perilisan aplikasi. Bchiri melihat bahwa platform ini menjawab kebutuhan orang untuk meluapkan ide, aspirasi, emosi, dan pikiran akibat pandemi COVID-19 dan protes ketidakadilan rasial yang saat itu melanda Amerika Serikat. Di sisi lain, mengutip TechCruch, Clubhouse juga mendapatkan kritik di Amerika Serikat karena kurangnya proteksi penyalahgunaan.
Saat banyak yang mulai melirik Clubhouse, banyak juga masyarakat global yang menunjukkan penolakan. Clubhouse social media diblokir di China karena dianggap sebagai media yang kerap digunakan untuk membahas topik tabu seperti protes demokrasi di Hongkong dan penahanan massal Muslim Uighur di Xinjiang. Hal ini dinilai bertentangan dengan sensor pemerintah China.
Rencana Masa Depan Clubhouse
Uzone.id
Sifatnya yang eksklusif namun dapat diunduh secara gratis membuat monetisasi dipertanyakan. Menurut CEO Clubhouse, Paul Davidson, modal subscription sedang dikembangkan agar pengguna dapat mendapat uang dari sana.
Menurut Paul, keahlian public speaking yang bisa meningkatkan pengalaman diskusi sudah sepantasnya dianugerahi imbalan seperti model langganan, tiket acara, dan tip dari pendengar. Saat ini, pemasangan iklan memang belum masuk dalam Clubhouse. Namun, model bisnis pada platform ini tampaknya akan segera diperkenalkan ke publik.
Konsep serupa Clubhouse app pun mulai dilirik oleh media sosial lain yang lebih dulu ada. Twitter dikabarkan sedang menguji Spaces, ruang obrolan audio yang memungkinkan 10 pembicara dengan jumlah penonton tak terbatas. Facebook juga dirumorkan mengembangkan fitur yang mirip.
Di masa depan, CEO Clubhouse pun akhirnya akan terbuka untuk semua orang, termasuk para pengguna Android.
Sumber
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210215140442-185-606382/kegunaan-aplikasi-clubhouse-yang-dipopulerkan-elon-musk